8 Keseruan di Era 90-an yang Hampir Terlupakan, Kamu Pernah Ngalamin yang Mana?
Di era globalisasi saat ini, teknologi semakin berkembang pesat. Semua kegiatan sehari-sehari banyak dibantu oleh teknologi. Misalnya saja, berkirim pesan yang dahulu harus menggunakan pos, sekarang sudah dapat dilakukan dengan pesan singkat (SMS), e-mail, serta aplikasi chatting seperti WhatsApp, LINE, dan lain-lain. Namun, tahukah kalian bahwa semakin berkembangnya teknologi, kegiatan-kegiatan yang dilakukan di masa lampau, khususnya pada era 90-an sudah mulai menghilang dan terlupakan. Padahal, jika diingat-ingat lagi, kegiatan tersebut sangat seru.Kalau begitu, coba kita mengenang sedikit, kira-kira, kegiatan apa saja yang dulu pernah kalian lakukan? Berikut ini adalah beberapa kegiatan di era 90-an yang salah satunya pasti pernah kalian alami.
1. Neror orang lewat telepon umum
Telepon umum sejatinya disediakan pemerintah untuk memfasilitasi masyarakatnya untuk melakukan panggilan ketika sedang berada di luar rumah. Maklum, di zaman ini, telepon genggam masih langka dan mahal. Tapi sayangnya, telepon umum ini sering disalahgunakan sama anak-anak kecil buat neror orang. Kegiatan ini sering dilakukan sama orang yang biasanya kelewat usil. Nah, hayo siapa yang biasanya ngabisin uang saku demi neror pujaan hati atau nomor yang terpampang di pamflet?
2. Telepon di wartel
Pengen menelepon seseorang, tapi lagi di luar rumah dan males berdiri?
Wartel bisa jadi solusinya. Wartel (warung telepon) pada dasarnya
memiliki fungsi yang sama seperti telepon umum. Yang berbeda hanya cara
penggunaannya. Awalnya, pelanggan masuk ke ruangan kecil yang
disediakan. Setelah itu, kita tinggal menekan nomor telepon yang akan
dituju. Setelah tersambung, di layar akan muncul lama penggunaan dan
tarif yang dikenakan. Besarnya tarif disesuaikan dengan jenis nomor yang
dihubungi (nomor ponsel atau nomor telepon rumah) dan lama penggunaan.
Terkadang, beberapa pemilik memberikan fasilitas tambahan berupa kipas
angin di dalamnya, sehingga tak sedikit anak-anak kecil yang iseng duduk
disitu, pura-pura nelepon demi menikmati kipas angin, hingga antrian
meluber ke luar wartel. Hayo, siapa yang pernah seperti ini?
3. Main di sawah sampai sore
Buat yang hobi keluyuran, sawah pasti jadi pilihan pertama buat jadi destinasi bermain. Pemandangan sawah yang hijau serta sejuknya angin yang berhembus diantara padi memang nggak bisa dilawan. Bahkan kita sampai kabur dari jadwal tidur siang demi ikutan mancing belut atau sekedar lomba tinggi-tinggian nerbangin layang-layang. Kalau ibu nggak datang sambil bawa sapu, kita nggak bakalan berhenti. Nah, siapa yang langganan digebukin sapu gara-gara nyebur di sawah sampai gak ingat waktu?
4. Mandi di sungai
Sungai juga termasuk salah satu tempat favorit anak-anak zaman dahulu
untuk melepas penat, terlebih bagi yang ingin menunjukkan kehebatan
skill berenangnya. Bagi yang nggak mau nyebur, siap-siap didorong dari
belakang. Maka nggak heran kalau rata-rata anak zaman dahulu bisa
berenang meskipun nggak kursus. Setelah itu, mereka mencari ikan untuk
dibakar, dibawa pulang, atau dibalikin lagi alias dibuat mainan doang.
Main di sungai bisa jadi lebih seru kalau ada sapi atau kerbau yang juga
ikutan mandi. Namun sayangnya, saat ini pemandangan seperti ini hanya
bisa kita kenang, karena banyak sungai yang tercemar akibat ulah manusia
yang semena-mena.
5. Main permainan tradisional
Coba ingat, waktu masih kecil dulu, permainan apa yang pernah kalian lakukan bareng teman-teman? Kalau yang perempuan, pasti paling sering main engklek, bola bekel, atau congklak. Engklek adalah salah satu permainan tradisional yang menggunakan satu kaki untuk melompati kotak-kotak yang sudah digambar di atas tanah. Selain untuk meningkatkan kemampuan bersosialisasi, engklek juga dapat melatih keseimbangan. Permainan untuk melatih keseimbangan lainnya adalah egrang. Egrang adalah permainan tradisional dimana pemainnya harus berjalan dengan menggunakan sebilah bambu di masing-masing kaki kanan dan kiri. Yang main biasanya anak laki-laki, karena anak perempuan seringnya ngeluh ‘takut jatuh’.
Namun sangat disayangkan, jumlah pemain permainan tradisional semakin sedikit, karena sekarang mayoritas anak sudah memiliki gadget masing-masing. Mereka beranggapan bahwa permainan di dalam gadget mereka lebih seru daripada bermain keluar rumah. Padahal, tidak sepenuhnya benar. Banyak permainan yang hanya bisa dilakukan bersama-sama, kan?
6. Ngerumpi
Ngerumpi sepertinya menjadi hal wajib yang harus dilakukan sama ibu-ibu. Kalau zaman dulu, ibu-ibu ngerumpi sambil mencuci baju di sungai. Ngomongin tetangga, anak, artis yang lagi ngetop, bahkan sampai ayam segala. Sorenya, ngerumpi lagi sambil mengawasi anak-anaknya yang lagi kejar-kejaran. Rasanya, kalau nggak ngerumpi, nggak seru!
7. Tukeran isi binder
Yang satu ini juga kerjaannya anak perempuan. Entah ya, istilah binder kalau di tempat lain namanya apa. Ketika waktunya tukeran isi binder, egoisme para perempuan mulai muncul. Yang ditawarin cuma yang biasa alias yang tipis-tipis. Kalau kalian minta yang tebal, wah jangan berharap langsung dikasih. Mereka biasanya akan memberi syarat, seperti ‘tukernya harus sama yang tebal’ atau ‘minta yang kayak bla bla bla. Katanya sih, harganya mahal, jadi mereka nggak mau ngasih gitu aja. Hayo, siapa yang ngerasa pelit banget kalau urusan isi binder?
8. Nulis di buku harian
Percaya atau enggak, kalian pasti pernah punya buku harian alias diary, terutama para perempuan. Kalau diingat-ingat, bentuk buku harian bermacam-macam, ada yang biasa kayak buku tulis sekolah, ada yang tebal, bahkan ada yang sampai bergembok. Kalau nggak ada uang buat beli, biasanya mereka menghias buku tulis dengan kertas kado sesuai imajinasi mereka. Soal isi, pasti 99,99% curhatan semua. Kalau nggak tentang temen, pasti tentang gebetan. Buat kalian yang masih menyimpan rapi buku hariannya, coba buka dan baca lagi. Kalian pasti bakalan ngakak, lalu mikir ‘kok bisa aku lebay kayak gini?’
Beberapa kenangan di atas mungkin bisa membuat kalian senyum-senyum sendiri. Bersyukurlah jika kalian pernah merasakan paling tidak salah satunya. Karena, hal seperti itu mungkin tidak akan bisa terulang lagi, kecuali jika kita melestarikannya dengan menanamkan pada generasi muda saat ini bahwa teknologi tidak sepenuhnya bisa menggantikan kenangan, keseruan, dan kebersamaan di masa lalu.